Mekari Insight
- Transformasi digital adalah kunci untuk menghadirkan layanan publik yang cepat, efisien, dan transparan.
- Infrastruktur yang belum merata, resistensi SDM, hingga keamanan data, membutuhkan komitmen, pelatihan, dan pendekatan kolaboratif.
- Solusi SaaS seperti Mekari mempercepat digitalisasi pelayanan publik. Semuanya mudah digunakan, berbasis cloud, patuh hukum, dan tersertifikasi ISO 27001.
Gambaran besar dari transformasi digital dalam pelayanan publik adalah mengubah cara pemerintah melayani masyarakat dengan bantuan teknologi, supaya jadi lebih cepat, mudah, dan transparan.
Beberapa contohnya mungkin sudah kita rasakan sendiri—seperti e-KTP yang menyatukan data kependudukan secara nasional, e-budgeting untuk pengelolaan anggaran lebih transparan, atau layanan perpajakan online seperti e-faktur.
Yuk, lanjut baca untuk tahu strategi, tantangan, dan solusi yang relevan untuk transformasi digital pelayanan publik di Indonesia!
Mengapa transformasi digital penting untuk sektor publik di Indonesia
Mengintegrasikan data dan proses dari berbagai instansi tidak hanya mampu meningkatkan efisiensi, tapi juga memperkuat akuntabilitas dan kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa transformasi digital itu penting, terutama bagi instansi pemerintah.
1. Jumlah penduduk besar, wilayah luas
Indonesia merupakan negara dengan populasi lebih dari 284 juta jiwa tersebar di lebih dari 17.000 pulau.
Kondisi geografis yang sangat variatif ini menuntut sistem pelayanan publik yang scalable dan terintegrasi agar layanan dapat dinikmati secara merata, cepat, dan andal di semua wilayah, baik urban maupun daerah terpencil.
2. Tantangan birokrasi konvensional
Model birokrasi tradisional sering kali mengalami hambatan berupa proses panjang, pengumpulan dokumen yang berlapis-lapis, serta intervensi manual yang menyebabkan ketidaktransparanan dan peluang korupsi.
Dengan teknologi digital, proses dapat dimonitor secara real-time, misalnya melalui database terpadu seperti e-KTP yang mengurangi manipulasi, dan e-budgeting yang menjunjung tinggi keterbukaan anggaran publik.
3. Dukungan pemerintah melalui SPBE dan kebijakan digital nasional
Pemerintah Indonesia telah menetapkan kerangka kebijakan digitalisasi pemerintahan melalui Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang mulai berlaku sejak 5 Oktober 2018.
SPBE V2 bahkan mendorong interoperabilitas data antarlembaga dan mengurangi duplikasi sistem, sehingga semakin mendorong efisiensi dan sinergi antarinstansi pemerintah.
4. Masyarakat semakin digital-savvy
Tren seperti cashless melalui QRIS—dengan 50 juta pengguna dan 32 juta merchant, pertumbuhan transaksi tahunan mencapai 226% di tahun 2024—mengindikasikan masyarakat Indonesia sudah sangat nyaman bersinggungan dengan layanan digital cepat, transparan, dan efisien.
Hal ini mendorong harapan agar layanan publik pun dapat sekelas dengan layanan swasta, yakni pantas, seamless, dan tersedia kapan saja.
Baca Juga: 15 Contoh Transformasi Digital di Berbagai Industri
Tantangan transformasi digital sektor publik di Indonesia
Transformasi digital pelayanan publik bukan sekadar soal memasang server dan membuat aplikasi. Ada beberapa tantangan penting yang perlu diatasi supaya teknologi ini benar-benar bermanfaat dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
1. Infrastruktur digital belum merata
Bayangkan, masih ada 17,4 % masyarakat di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang belum tersambung internet di rumahnya. Bahkan, sekitar 12.500 desa yang belum mendapatkan akses 4G.
Kondisi ini tentu menjadi hambatan besar: bagaimana mungkin layanan publik digital bisa sampai ke kampung-kampung jika sinyal dan jaringan saja tak stabil? Oleh karena itu, pemerintah bersama swasta perlu dorongan ekstra untuk memastikan akses internet jadi kebutuhan dasar di semua wilayah.
2. Resistensi terhadap perubahan dari pegawai
Bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal perubahan kebiasaan. Banyak pegawai masih merasa nyaman dengan cara tradisional: tumpukan dokumen, proses manual, dan hirarkis.
Mereka takut salah, sibuk adaptasi, atau merasa “digantikan” teknologi. Untuk itu, pendekatan human-centric, pelatihan berkelanjutan, dan komunikasi manfaat harus dikedepankan agar pegawai merasa jadi bagian dari perubahan — bukan korbannya .
3. Kurangnya SDM digital‑savvy di sektor pemerintahan
Di era digital, butuh SDM yang ‘melek teknologi’: bisa membaca data, paham dasar keamanan siber, dan punya kemampuan adaptasi cepat. Sayangnya, banyak instansi belum punya pegawai dengan skill tersebut, terutama di daerah.
Mereka masih bergantung pada vendor atau konsultan luar, yang berisiko munculnya “intervensi dagang,” bukannya penguatan kapasitas internal. Ini artinya investasi SDM dalam negeri menjadi keharusan – agar kemajuan digital bisa sustainable.
4. Keamanan data dan regulasi privasi
Semakin banyak data yang dikumpulkan—data kependudukan, pajak, maupun izin usaha—semakin rentan pula data itu disalahgunakan atau bocor. Regulasi Perlindungan Data Pribadi (UU No. 27/2022) telah disahkan, namun pelaksanaannya baru dimulai dan lembaga pengawasnya (PDPA) masih dalam proses pembentukan.
Di sinilah letak pentingnya membangun budaya dan tata kelola keamanan siber yang kuat, mulai dari infrastruktur, SOP, hingga pengawasan berkelanjutan.
Baca Juga: 8 Tantangan Transformasi Digital dan Solusinya bagi Perusahaan
Strategi sukses transformasi digital di sektor publik
Dengan kombinasi strategi ini, transformasi digital bukan lagi sekadar inisiatif IT, melainkan gerakan budaya yang inklusif dan berkelanjutan.
1. Komitmen dari pimpinan instansi
Transformasi digital tidak bisa berjalan tanpa dukungan dari atas. Komitmen pimpinan instansi—mulai dari menteri, gubernur, hingga kepala desa—menjadi motor utama perubahan.
Misalnya, pada Januari 2025 Kementerian PANRB bersama Sekneg membentuk Komite Percepatan Transformasi Digital Pemerintah, yang fokus pada tiga pilar utama: identitas digital, pembayaran digital, dan pertukaran data. Ini penting, karena jika pemimpin bergerak, timnya juga akan ikut bergerak.
2. Pelatihan dan literasi digital untuk pegawai
Teknologi bisa canggih, tapi kalau pegawainya tidak siap, tentu saja percuma. Pemerintah berupaya membangun literasi digital lewat program seperti Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) dan program pelatihan tingkat lanjut seperti DTS dan DLA oleh Kominfo.
Sejak 2021, hampir 50 juta orang telah mengikuti GNLD dan pihak Kominfo menargetkan 50 juta SDM terlatih hingga 2024. ASN juga mendapatkan materi keamanan siber, manajemen data, dan etika digital agar bisa menjalankan tugasnya dengan efektif, efisien, dan aman.
3. Kolaborasi dengan penyedia solusi transformasi digital
Kolaborasi dengan penyedia SaaS lokal seperti Mekari memungkinkan instansi publik untuk langsung menggunakan solusi yang siap pakai dan mematuhi regulasi Indonesia, tanpa perlu membangun dari awal.
Produknya sudah dirancang sesuai standar pajak, ketenagakerjaan, dan keamanan data, sehingga instansi bisa lebih cepat implementasi, aman, dan hemat biaya pengembangan internal.
Penggunaan solusi SaaS seperti Mekari membawa manfaat strategis: efisiensi operasional nyata melalui otomatisasi pekerjaan yang dulunya manual—absensi, payroll, hingga laporan keuangan—sekarang bisa selesai dalam hitungan menit.
4. Monitoring & evaluasi berbasis data
Digitalisasi tanpa pengukuran tidak ada gunanya. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi berbasis data mutlak diperlukan. Pemerintah Indonesia lewat sistem Satu Data Indonesia dan pembangunan Pusat Data Nasional berhasil menghemat anggaran hingga Rp 10,8 triliun per tahun dan memperkuat interoperabilitas sistem.
Selain itu, dimulainya laporan digital dan dashboard real-time di masa pandemi—misalnya Executive Information System (EIS) di DKI Jakarta—menunjukkan betapa pentingnya data untuk pengambilan keputusan cepat dan tepat.
Baca Juga: Strategi Transformasi Digital Bisnis beserta Tahapannya
Bagaimana solusi SaaS seperti Mekari membantu sektor publik
Transformasi digital dalam pelayanan publik adalah kebutuhan nyata di tengah tuntutan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas layanan yang lebih cepat dan akurat.
Di sinilah solusi Software as a Service (SaaS) mengambil peran penting. Dengan sistem yang berbasis cloud, otomatis, dan selalu ter-update, SaaS memungkinkan instansi pemerintah untuk mengelola operasional secara efisien, patuh regulasi, dan minim kesalahan—tanpa perlu membangun infrastruktur teknologi dari nol.
Mekari hadir sebagai penyedia SaaS terintegrasi terbaik yang siap mendukung akselerasi digital di sektor publik, melalui berbagai solusi berikut:
- Mekari Jurnal: Otomatisasi pencatatan akuntansi, arus kas, pelacakan aset, dan konsolidasi laporan keuangan lintas unit kerja.
- Mekari Talenta: Digitalisasi manajemen kepegawaian—mulai dari rekrutmen, absensi, hingga penggajian sesuai regulasi ketenagakerjaan.
- Mekari Qontak: Pusat komunikasi terpadu (WhatsApp, email, sosial media) untuk pelayanan publik yang responsif dan terkoordinasi.
- Mekari Klikpajak: Otomatisasi pelaporan pajak instansi, termasuk e-Faktur dan pelaporan vendor—mengurangi beban administratif dan human error.
- Mekari Expense: Pengawasan pengeluaran operasional seperti logistik dan pengadaan, terintegrasi langsung ke sistem keuangan.
- Mekari Officeless: Pembuatan checklist kepatuhan dan audit SOP secara digital—cocok untuk monitoring kualitas dan izin operasional di lapangan.
- Mekari Sign: Digitalisasi proses tanda tangan dokumen dan perizinan resmi dengan e-signature dan e-meterai yang sah secara hukum.
Semua solusi ini mudah digunakan, berbasis cloud, dan telah tersertifikasi ISO 27001, terdaftar di PSE Kominfo, serta diakui sebagai Mitra Resmi DJP.
Artinya, instansi pemerintah tidak hanya lebih efisien dan transparan, tapi juga memenuhi standar hukum dan keamanan informasi nasional maupun internasional.