Kecerdasan buatan atau AI telah berkembang pesat dan menjadi bagian dari setiap aspek kehidupan. Mulai dari menganalisis data yang kompleks, membuat poster, hingga memberikan saran simpel, banyak orang mengandalkan AI dalam berbagai bentuk.
Namun, fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan. AI memang sangat membantu, namun, haruskah percaya dengan AI—dengan pengaruhnya yang begitu besar pada kehidupan kita? Studi yang dilakukan oleh KPMG dan Universitas Queensland menemukan bahwa 61% orang merasa ragu atau tidak mau percaya pada AI.
Artikel ini akan menelusuri apa saja manfaat dan potensi risiko AI, dan apa yang bisa dilakukan untuk sepenuhnya merangkul teknologi ini. Simak selengkapnya.
Mengapa kita harus percaya AI?
Sebenarnya, apa saja faktor yang membuat kita harus percaya AI? Apa saja keuntungan yang bisa didapatkan?
1. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas
AI mengubah cara kerja menjadi lebih efisien, cepat, dan mudah. Tugas sehari-hari yang repetitif dan analisis data-data kompleks bisa dikerjakan dalam waktu singkat.
Intinya, AI menyederhanakan proses kerja yang sebelumnya rumit, serta dapat menangani tugas dalam jumlah dan kecepatan yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia.
Menurut Accenture dan Frontier Economics, produktivitas kerja di negara-negara maju bisa meningkat hingga 40% hingga tahun 2035 berkat pengaruh AI. Ini adalah peningkatan produktivitas dan efisiensi yang signifikan.
Baca Juga: Peran AI dalam HR: Sebuah Potensi atau Ancaman?
2. Pengambilan keputusan yang lebih baik
Algoritma yang digerakkan AI dapat menganalisis banyak data dalam satu waktu, menghasilkan informasi yang akurat dalam waktu cepat.
Kemampuan AI untuk menelusuri jutaan titik data dalam sekejap dapat membantu proses pengambilan keputusan yang lebih baik.
Lebih dari 40% CEO mengatakan mereka menggunakan AI generatif untuk membantu proses pengambilan keputusan. (IBM, 2023)
Kecepatan dan kompleksitas ini memungkinkan AI mengendalikan proses yang terlalu cepat dan rumit untuk ditangani manusia.
3. Membantu membangun bisnis
Bagi banyak perusahaan di berbagai industri, AI menjadi salah satu aset yang berharga. Perusahaan menggunakan AI untuk membangun bisnis dengan berbagai tujuan—meningkatkan efisiensi, menghemat waktu, serta mengurangi biaya operasional.
Berdasarkan survei dari Forbes, AI membantu membangun bisnis dalam berbagai bidang. Aplikasi terpopuler termasuk layanan pelanggan, CRM, asisten pribadi digital, manajemen inventaris, dan produksi konten.
Baca Juga: Mengulik Potensi Generative AI dalam Bisnis di Masa Depan
4. Kolaborasi manusia-AI
Hal ini adalah tentang bagaimana memanfaatkan kekuatan manusia dan AI untuk mencapai tujuan bersama. Dengan sistem AI, manusia bisa meningkatkan kemampuannya untuk melakukan lebih banyak hal dengan baik.
Ada studi kasus yang membahas hal ini, mengenai HAILEY, agen AI dalam bidang dukungan kesehatan mental. HAILEY dilatih untuk memberikan feedback tepat waktu, membantu peserta merespons dengan lebih empati selama proses konseling.
Hasilnya, terjadi peningkatan empati dalam percakapan sebesar 19,6%. Kepercayaan manusia terhadap AI adalah faktor penting dalam kolaborasi ini, menentukan apakah manusia harus mengikuti atau mengabaikan masukan AI.
Kekhawatiran mempercayai AI
Di balik manfaatnya yang signifikan bagi kehidupan, AI juga menimbulkan sejumlah kekhawatiran. Kekhawatiran ini yang kemudian membuat banyak orang bertanya-tanya, sejauh mana kita harus percaya dengan AI?
1. Potensi hilangnya pekerjaan
Kemampuan AI untuk mengotomatisasi pekerjaan yang sifatnya berulang memunculkan kekhawatiran. Apakah pekerjaan manusia akan tergantikan?
Berdasarkan Whitepaper Indonesia 2023 AI Living Landscape by Populix, seiring berkembangnya teknologi AI dan otomatisasi, ada risiko pengangguran bagi pekerja dalam peran yang rentan terhadap otomatisasi, yang berarti perlunya pelatihan ulang dan penyesuaian tenaga kerja.
Peran dalam manufaktur, layanan pelanggan, administrasi data, adalah pekerjaan yang paling rentan untuk digantikan. Berdasarkan studi dari McKinsey Global Institute, hingga 800 juta pekerjaan bisa digantikan oleh otomatisasi pada tahun 2030.
Pada Maret 2023, Goldman Sachs memperkirakan bahwa AI akhirnya bisa menggantikan 300 juta pekerjaan penuh waktu secara global.
Baca Juga: Digital Talent Landscape: Strategi Hadapi Perubahan di Era Digital
2. Bias algoritma
Istilah ini mengacu pada munculnya hasil atau jawaban yang bias akibat manusia yang menyesatkan data pelatihan atau algoritma AI. Sehingga, output yang diberikan menjadi terdistorsi dan berpotensi merugikan.
Sebagai contoh, sistem facial recognition yang dilengkapi dengan AI ditemukan telah memberikan hasil analisis kesehatan yang kurang akurat kepada pasien Afrika-Amerika, dibandingkan dengan pasien kulit putih.
3. Masalah etika
Sebelum menggunakan AI, banyak kekhawatiran yang dipertimbangkan. Mulai dari hilangnya empati, pemikiran kritis, kontrol manusia — semuanya menimbulkan bahaya di tempat kerja.
Bagaimana penggunaan AI yang etis menimbulkan sejumlah kontroversi. Karena itu, diperlukan panduan yang jelas tentang bagaimana AI harus digunakan, supaya terhindar dari penyalahgunaan dan masalah hukum.
4. Masalah privasi
Kekhawatiran utama terkait masalah privasi berkaitan dengan AI adalah potensi pelanggaran data dan akses ke data pribadi.
Karena AI mengumpulkan data pengguna, hal ini mengkhawatirkan penggunanya, apakah data tersebut tersebar luas? Apakah data digunakan sebagaimana mestinya?
Membangun kepercayaan pada AI
Jadi, haruskah percaya dengan AI? Sebagian orang mungkin masih merasa ragu untuk mempercayakan AI sepenuhnya, sementara yang lain mungkin terdorong untuk mengandalkannya dalam rutinitas sehari-hari.
Pada akhirnya, pertanyaannya adalah: apa yang dapat kita lakukan untuk memastikan bahwa kita mengadopsi AI dengan bertanggung jawab?
1. Edukasi dan transparansi
Sangat krusial untuk memberikan edukasi tentang AI dan mendorong transparansi dalam pengembangannya. Edukasi ini tidak hanya tentang penggunaan platform AI, namun juga bagaimana memahami implikasi AI, kemampuan, dan batasannya.
Utamanya pada sektor yang berdampak langsung pada manusia — seperti kesehatan, keuangan, atau hukum — penting untuk memahami proses pengambilan jawaban dari AI. Ini dilakukan agar setiap keputusan yang diambil dengan bantuan AI memberikan hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pengembangan AI yang etis
Perusahaan perlu memiliki prinsip yang jelas untuk menangani kekhawatiran terkait etika pemanfaatan AI. Buat standar etis perusahaan mengenai penggunaan AI, termasuk prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan privasi.
Tetapkan sebuah komite etika atau tim khusus yang bertanggung jawab atas pengawasan pengembangan, implementasi, dan pemantauan kerangka kerja risiko etis AI. Selain itu, penting juga untuk memberikan pelatihan berkalnjutan tentang etika AI pada seluruh karyawan.
3. Fokus pada kolaborasi manusia-AI
Berkolaborasi dengan sistem AI untuk mencapai satu tujuan yang sama. Manusia menciptakan sistem yang bisa meningkatkan kemampuan dan memberdayakan manusia untuk melakukan banyak hal dengan lebih baik, namun tetap memastikan bahwa sistem ini transparan dan etis.
Contohnya, DroneResponse, smart drone yang dilengkapi AI kini digunakan bersama tim manusia untuk misi pencarian dan penyelamatan, sehingga petugas lebih mudah untuk memindai wilayah dan memberikan bantuan langsung.
Kesimpulan
Di tengah potensi besar AI untuk meningkatkan efisiensi pekerjaan, ada kekhawatiran yang datang terkait penerapannya. Hal ini kemudian menjadi perdebatan, apakah AI dapat membawa manfaat positif, atau malah memberikan potensi ancaman?
Perlu langkah proaktif untuk membentuk masa depan AI. Tidak hanya sekadar menggunakan AI, namun juga memahami implikasinya, mendukung etika penggunaannya, serta berkontribusi pada pembentukan regulasi untuk menjamin penerapan AI yang bertanggung jawab.
Referensi
CBS News. ‘’Goldman Sachs: 300 million jobs could be affected by AI’’
CSIRO. ‘’Collaborative intelligence: How humans and AI are working together’’
KPMG. ‘’Trust in Artificial Intelligence: Global Insights 2023’’
World Economic Forum. ‘’These are the countries where AI is aiding productivity the most’’