Banyak perubahan penting dalam regulasi ketenagakerjaan dan sistem perpajakan digital di Indonesia, di tahun 2026. Penting bagi perusahaan untuk memastikan payroll compliance, selain untuk menghindari sanksi, juga untuk menjaga integritas dan efisiensi operasional.
Artikel ini membahas secara ringkas dan jelas hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh praktisi HR, pemilik bisnis, dan profesional keuangan agar payroll tetap berjalan lancar, akurat, dan sesuai aturan terbaru.
Apa itu payroll compliance?
Payroll compliance adalah proses memastikan bahwa seluruh aktivitas penggajian perusahaan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Lebih dari sekadar membayar gaji tepat waktu, melainkan memastikan setiap komponen penggajian sudah sesuai aturan perpajakan, ketenagakerjaan, dan jaminan sosial di Indonesia.
Beberapa elemen utama dalam payroll compliance meliputi:
- Perhitungan gaji pokok dan tunjangan sesuai struktur upah yang disepakati dan ketentuan minimum
- Pemotongan dan pelaporan PPh 21, baik untuk karyawan tetap maupun tidak tetap
- Penghitungan dan pembayaran iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sesuai upah aktual dan batas atas-bawah upah yang berlaku
- Perhitungan lembur sesuai peraturan jam kerja dan tarif lembur resmi
- Pelaporan dan pembayaran kewajiban ke instansi pemerintah terkait (DJP, BPJS, Disnaker)
Ketidakpatuhan dapat berdampak fatal, mulai dari sanksi administratif, denda finansial yang besar, hingga rusaknya reputasi perusahaan di mata karyawan dan calon talenta.
Isu dan regulasi penggajian yang relevan di 2026
Tahun 2026 diproyeksikan sebagai fase konsolidasi berbagai reformasi digital dan administratif dalam sistem ketenagakerjaan dan perpajakan. Untuk itu, tim HR dan finance perlu mencermati sejumlah isu krusial berikut:
1. Integrasi penuh dengan sistem Coretax DJP
Coretax adalah sistem inti administrasi perpajakan yang dirancang untuk menyatukan pelaporan pajak secara real-time dan berbasis data terintegrasi. Bagi penggajian, ini berarti:
- Data PPh 21 karyawan harus konsisten dan terpadu dengan NIK dan NPWP masing-masing individu
- Ketidaksesuaian data antara laporan penggajian dan sistem DJP berpotensi memicu surat klarifikasi atau pemeriksaan pajak
- Proses pemadanan data payroll dan bukti potong kini diawasi lebih ketat secara sistematis
2. Penyesuaian upah minimum (UMK/UMP)
Upah minimum setiap tahun ditetapkan melalui formula penghitungan tertentu (PP No. 36 Tahun 2021). Pada 2026, pemerintah diproyeksikan tetap melakukan:
- Evaluasi tahunan UMP/UMK dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas
- Kewajiban perusahaan untuk segera menyesuaikan struktur upah apabila UMP/UMK meningkat
- Keterlambatan atau pelanggaran bisa berujung pada sanksi pidana ringan dan teguran dari pengawas ketenagakerjaan
3. Reformasi tarif PPh 21 dan penerapan skema TER (Tarif Efektif Rata-rata)
Sejak diterapkan melalui UU HPP, skema TER menjadi pedoman baru dalam pemotongan PPh 21 karyawan bulanan. Konsekuensinya:
- Perusahaan wajib menggunakan tarif efektif berdasarkan status dan penghasilan bruto bulanan
- Kesalahan pemotongan bisa menyebabkan selisih besar saat pelaporan akhir tahun, merugikan karyawan atau perusahaan
- Sistem pelaporan PPh 21 via e-Bupot atau e-Filing Coretax menuntut akurasi yang lebih tinggi
4. Penyesuaian batas atas upah BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
BPJS biasanya menyesuaikan plafon penghasilan setiap tahun, yang berdampak langsung pada iuran perusahaan dan karyawan:
- Jika upah aktual melebihi batas atas, perusahaan tetap hanya membayar hingga batas tersebut
- Namun ketidaktahuan atas batas terbaru bisa menyebabkan kekurangan setor atau kelebihan bayar
- Pastikan tim payroll mengikuti update dari Peraturan BPJS atau Kepmenaker terkait plafon dan tarif iuran terbaru
Tantangan payroll yang sering dialami HR
Di tengah meningkatnya tuntutan kepatuhan dan pengawasan digital, proses payroll masih menjadi salah satu area paling rawan kesalahan di perusahaan.
1. Human error dalam perhitungan manual
Pengelolaan payroll yang masih mengandalkan spreadsheet membuka ruang kesalahan yang besar. Kesalahan input data, penggunaan rumus yang tidak konsisten, atau keterlambatan memperbarui formula dapat berdampak langsung pada akurasi gaji, terutama untuk komponen variabel seperti lembur, insentif, dan bonus.
Dalam jangka panjang, kesalahan berulang dapat menurunkan kepercayaan karyawan dan memicu potensi sengketa ketenagakerjaan.
2. Ketidaksesuaian data antar divisi
Payroll sangat bergantung pada data dari berbagai sumber, seperti absensi, cuti, dan lembur yang dikelola oleh tim HR, serta komponen keuangan yang dikelola oleh Finance. Ketika tidak ada sistem terintegrasi, perbedaan versi data kerap terjadi.
Akibatnya, muncul selisih perhitungan gaji yang sulit ditelusuri sumbernya dan berpotensi menimbulkan koreksi berulang di akhir periode.
3. Minimnya pemahaman dasar regulasi
Perubahan regulasi perpajakan dan ketenagakerjaan menuntut tim HR untuk terus memperbarui pengetahuan. Namun dalam praktiknya, anggota tim baru atau yang belum mendapatkan pelatihan formal sering kali belum memahami dasar hukum PPh 21, skema Tarif Efektif Rata-rata (TER), atau aturan lembur terbaru pasca UU Cipta Kerja.
Kekeliruan interpretasi aturan ini dapat berujung pada kesalahan pemotongan atau pembayaran hak karyawan.
4. Risiko audit dan pemeriksaan
Tanpa dokumentasi payroll yang rapi dan konsisten, perusahaan akan berada dalam posisi rentan saat menghadapi audit pajak atau pemeriksaan dari Dinas Ketenagakerjaan.
Ketidaksiapan dokumen pendukung seperti bukti setor PPh 21, laporan BPJS, atau riwayat perubahan gaji dapat memperpanjang proses pemeriksaan dan meningkatkan risiko sanksi administratif.
Cara memastikan payroll tetap compliant di 2026
Menghadapi tantangan payroll di 2026, perusahaan perlu beralih dari pendekatan reaktif menjadi proaktif. Kepatuhan tidak lagi cukup dijaga di akhir bulan, tetapi harus dibangun sejak proses awal hingga pelaporan.
1. Standarisasi proses payroll secara menyeluruh
Langkah pertama adalah menyusun dan menerapkan Standard Operating Procedure (SOP) payroll yang terdokumentasi dengan jelas. SOP ini sebaiknya mencakup seluruh alur, mulai dari pengumpulan data absensi, validasi status karyawan, perhitungan gaji dan potongan, hingga proses persetujuan dan pembayaran.
Dengan SOP yang konsisten, perusahaan dapat meminimalkan ketergantungan pada individu dan memastikan kontinuitas proses meskipun terjadi pergantian personel.
2. Pembaruan regulasi dan peningkatan kompetensi tim
Regulasi pajak dan ketenagakerjaan bersifat dinamis, sehingga pembaruan pengetahuan harus menjadi agenda rutin. Perusahaan perlu memastikan tim HR dan finance memahami perubahan terbaru, seperti penyesuaian UMP/UMK, skema PPh 21 TER, dan batas upah BPJS.
Pelatihan berkala, baik melalui seminar, kelas online, maupun sesi internal, akan membantu menyamakan pemahaman dan mengurangi risiko kesalahan interpretasi aturan.
3. Implementasi sistem payroll terintegrasi
Sistem payroll modern mampu mengintegrasikan data absensi, perhitungan PPh 21 TER, iuran BPJS, serta penyimpanan data secara aman di cloud.
Selain mengurangi human error, sistem ini juga mempermudah penyesuaian saat regulasi berubah dan mendukung pelaporan pajak yang selaras dengan Coretax DJP.
4. Audit mandiri dan rekonsiliasi berkala
Untuk memastikan kepatuhan tetap terjaga, perusahaan perlu melakukan audit internal secara rutin, idealnya setiap kuartal. Audit ini mencakup pengecekan kesesuaian antara potongan gaji dan setoran pajak, kecocokan data payroll dengan laporan keuangan, serta kelengkapan dokumen pendukung.
Dengan audit mandiri, potensi kesalahan dapat terdeteksi lebih awal sebelum menjadi temuan dalam audit resmi.
5. Penguatan dokumentasi dan arsip digital
Perusahaan sebaiknya menyimpan seluruh data payroll, bukti setor, dan laporan secara terstruktur dalam arsip digital.
Dokumentasi yang lengkap tidak hanya memudahkan proses audit, tetapi juga mempercepat klarifikasi apabila terjadi perbedaan data dengan sistem pemerintah.
Pastikan HR paham payroll compliance, bukan sekadar hitung gaji
Kesalahan dalam payroll sering kali berakar dari kurangnya pemahaman konsep dasar. Anda dapat memperkuat kompetensi tim HR Anda melalui kursus intensif di Mekari University.

Kursus “Basic Concept of Human Resources and Payroll Processing” dirancang khusus untuk membahas:
- Konsep dasar manajemen HR yang efektif.
- Proses payroll end-to-end yang sistematis.
- Pemahaman mendalam tentang PPh 21 dan cara perhitungannya.
Sangat cocok bagi praktisi HR baru maupun profesional yang ingin menyegarkan kembali pemahaman regulasi terkini. Yuk, daftar kursusnya sekarang!