Pajak mengatur hampir segala aspek, salah satunya adalah Pajak Impor yang ditangguhkan pada kegiatan masuk barang atau jasa dari luar negeri.
Ketentuan ini patut diperhitungkan, apalagi jika Anda berhubungan langsung dengan kegiatan impor barang dan jasa.
Walaupun begitu, tidak ada salahnya bagi Anda untuk mempelajari perihal pajak impor, ketentuan yang berlaku hingga bagaimana cara menghitungnya.
Simak artikel ini untuk info lebih lanjut mengenai jenis pajak yang satu ini.
Apa yang Dimaksud Pajak Impor?
Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan kegiatan impor yang cukup besar.
Bahkan nilai impornya telah menyentuh angka US$ 15,11 miliar pada Juli 2021.
Lancarnya kegiatan perdagangan nasional di Indonesia sendiri dibarengi dengan partisipasi negara.
Di mana untuk mempermudah jalannya kegiatan, ada sejumlah pajak yang harus dibayar.
Menurut Undang Undang yang berlaku yaitu peraturan no 42 yang disahkan pada tahun 2009 silam, kegiatan impor akan di tangguhkan pajak bea masuk, PPN dan PPh.
Ditambah lagi peraturan lain yaitu Undang Undang nomor 17 yang diterbitkan tahun 2006, dimana peraturan ini mengatur perubahan UU sebelumnya mengenai kepabeanan.
Jadi bisa dibilang pajak impor sendiri adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas kegiatan impor barang.
Pajak ini memiliki jenis tarif yang dikenal dengan advalorum, dimana tidak ada tarif spesifik.
Karena pada dasarnya pajak ini dihitung berdasarkan perkalian tariff dengan nilai impor yang berlaku saat kejadian perkara.
Hal ini menguatkan pendapat jika dasar pengenaan pajak atau DPP memiliki asas perhitungan yang berbeda.
Jadi bisa disimpulkan pajak impor dihitung dengan nilai impor sedangkan bea masuk lebih berdasarkan nilai pabean yang dimiliki.
Nilai impor yang dimaksud berkenaan pada nilai barang dalam intercom (International commercial terms), CIF (Cost, Insurance and Freight) yang ditambahkan dengan bea masuk.
Baca Juga: Mengenal Metode Pencatatan Persediaan: Pengertian, Manfaat, dan Jenisnya
Ketentuan Pajak Impor
Belakangan ini muncul peraturan terbaru terkait ketentuan yang tercantum dalam Peraturan menteri keuangan nomor 199/PMK.10/2019.
Ketentuan tersebut mencoba merasionalkan tarif pada ketentuan yang berlaku sebelumnya.
1. Ketentuan Awal
Dari ketentuan awal adalah pemungutan pajak sebesar 27.5% hingga 37.5% dimana pembagiannya mencakup :
- Bea masuk sebesar 7.5%.
- Pajak pertambahan nilai ( PPN ) sebesar 10%.
- Pajak penghasilan (PPh) sebesar 10% bagi wajib pajak yang memiliki NPWP dan 20% untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP.
2. PMK Terbaru
Kini dalam PMK terbaru, terdapat penyesuaian tariff menjadi 17.5% dimana mencakup pembagian tariff seperti dibawah ini:
- Bea masuk tetap dalam 7.5%.
- Pajak pertambahan nilai (PPN) masih dengan 10%.
- Pajak Penghasilan (PPh) ditiadakan.
3. Pengecualian Tarif Tunggal
Namun ada pengecualian tarif tunggal yang diberlakukan pada beberapa objek pajak tertentu dengan tariff seperti di bawah ini:
- Barang tekstil dan tas akan dikenai tarif bea masuk sebesar 15% hingga 20%, PPN 10% dan PPh antara 7.5% hingga 10%.
- Sedangkan untuk sepatu tariff bea masuk yang ditangguhkan adalah 25% hingga 30%, PPN dan PPh yang sama.
4. Tarif dari Kelompok Barang Impor
Berdasarkan PPh pasal 22 impor, ada 6 jenis tariff tergantung variasi dari kelompok barang impor. Berikut beberapa diantaranya:
- Seluruh barang yang tercantum dalam lampiran I pada PMK nomor 34/PMK.10/2017 dikenai tarif sebesar 10% dengan atau tanpa API (Angka Pengenal Impor).
- Tarif kedua adalah jenis kelompok barang tertentu dalam lampiran II pada PMK yang sama, akan dikenakan tarif sebesar 7.5% dari nilai impor dengan atau tanpa API.
- Tarif berikutnya adalah kelompok barang yang tercantum pada Lampiran III seperti kedelai, gandum, maupun tepung terigu akan dikenakan tarif 0.5%.
- Sedangkan barang yang tidak tercantum pada lampiran tersebut akan dikenakan 2.5% dari nilai impor jika menyertakan API.
- Ada pula barang yang tidak tercantum pada lampiran dan tidak disertai API, maka barang tersebut akan dikenakan tarif sebesar 7.5% dari nilai impor.
- Yang terakhir ada barang yang tidak dikuasai akan dikenakan pajak sebesar 7.5% dari harga jual (lelang).
Barang tidak dikuasai, adalah jenis barang yang tidak bertuan, karena kurang mampu atau keadaan lain yang menyebabkan barang tersebut tidak ada pemiliknya.
Atau pemilik sebelumnya tidak dapat menuntaskan dokumen resmi yang dibutuhkan dan membuat status kepemilikannya dicabut.
Barang ini akan dilelang untuk menentukan besaran pajak yang harus ditangguhkan pemilik baru jenis barang ini.
Perhitungan Pajak Impor
Menurut pajak.go.id, terdapat kewajiban bagi pengusaha ekspor-impor untuk membayar pajak impor yang tertuang dalam Pasal 22 UU PPh.
Pembayaran pajak lebih mudah jika bukti potong pajak dikelola secara online melalui e-Bupot.
Dari penjelasan sebelumnya telah diketahui bahwa pajak impor didapatkan dari beberapa penjumlahan pajak seperti bea masuk, PPN dan juga PPh.
Maka bisa disimpulkan jika pajak impor adalah penjumlahan antara bea masuk, pajak pertambahan nilai dan juga pajak penghasilan
Lalu untuk menghitung bea masuk, PPN dan PPh, Anda bisa menggunakan rumus-rumus dibawah ini:
Bea masuk = persentase tariff * Harga beli barang impor
PPN = 10% * (Harga beli barang impor + bea masuk)
PPh = 0
Jika mengacu pada peraturan terbaru, namun untuk beberapa jenis khusus perhitungan PPh akan seperti dibawah ini
PPh = 10% * Harga beli barang impor untuk jenis barang tekstil, tas dan sepatu.
Contoh Kasus
Untuk lebih jelasnya Anda bisa menyimak contoh kasus dibawah ini:
Kakak P adalah seorang fans K-POP kenamaan, dia membeli barang semacam souvenir asli yang dikeluarkan dengan edisi terbatas. Barang tersebut berupa boneka, buku dan VCD.
Harga dari barang yang diimpor kakak P adalah sebesar Rp 500.000, dari keterangan ini Anda bisa menghitung biaya pajak impor seperti dibawah ini
Dari kasus tersebut Anda memiliki bekal yaitu harga beli barang impor adalah Rp 500.000. Maka yang perlu Anda lakukan untuk pertama kali adalah menghitung bea masuk dari barang tersebut.
Karena jenis barang adalah umum, maka yang Anda gunakan adalah persentase 7.5%, maka perhitungan bea masuk akan seperti dibawah ini:
Bea masuk = 7.5% * harga beli barang impor
Bea masuk = 7.5% * 500000
Bea masuk = 37500
Jadi disini Anda memiliki nilai bea masuk yang Anda hitung adalah sebesar Rp 37.500, langkah selanjutnya adalah menghitung PPN dari barang tersebut.
PPN = 10% * (500000 + 37500)
PPN = 10% * 537500
PPN = 53750
Disini Anda mendapatkan nilai PPN dari barang tersebut adalah sebesar Rp 53.750, langkah berikutnya Anda akan menghitung pajak impor yang harus dibayar kakak P.
Dimana ketentuan PPh masuk pada kebijakan pajak umum dimana PPh = 0. Berikut perhitungan dari pajak impor yang harus dibayarkan kakak P:
Pajak impor = 37500 + 53750 + 0
Pajak impor = 91250
Jadi dari perhitungan diatas, pajak impor yang harus dibayarkan kakak P atas impor barang berupa souvenir K-POP adalah sebesar Rp 91.250.
Itu dia sekilas info terkait pajak impor, ketentuan dan cara menghitung yang diambil dalam sebuah contoh kasus diatas.
Jika Anda adalah pengusaha ekspor impor yang memiliki intensitas barang masuk dan keluar yang tinggi, maka kami sarankan agar menggunakan aplikasi stok barang yang otomatis dalam mencatat barang masuk dan keluar
Semoga artikel ini dapat membantu Anda dalam mengurus pajak atas kegiatan impor barang dan jasa yang Anda lakukan.